TEMPO.CO, Jakarta – Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati, mengatakan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebetulnya memiliki kewenangan formil yang kuat untuk mengusut tuntas kasus temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Lembaga penyelenggara pemilihan umum itu bisa melibatkan aparat penegak hukum lainnya dalam membongkar seluk-beluk temuan PPATK. “Sebab Undang-Undang Pemilu memiliki banyak keterbatasan dalam melakukan penindakan,” kata Neni dalam pesan WhatsApp, pada Rabu, 20 Desember 2023.
Peneliti DEEP, itu menjelaskan jika memang temuan PPATK tentang transaksi janggal pada masa kampanye Pemilu 2024 tersebut masuk dugaan tindak pidana pemilihan umum, maka Bawaslu bisa melibatkan Sentra Penegakan Hukum Terpadu untuk mengusut dugaan pidana. Gakkumdu terdiri dari kejaksaan, kepolisian, dan Bawaslu. Sehingga Bawaslu tidak hanya terjebak dalam UU Pemilu.
Sebelumnya, PPATK mengungkap temuan dan analisisnya tentang aliran dana kampanye yang bersumber dari tambang ilegal. Dana kampanye itu ada pula yang bersumber dari penyalahgunaan fasilitas pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jepara, Jawa Tengah. Perihal temuan itu, lembaga ini sudah menyurati Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu.
Selanjutnya, menurut Neni, rekening khusus dana kampanye (RKDK) yang selama ini dilaporkan kepada KPU sangat jauh dari harapan. Terutama laporan itu tidak banyak memuat aktivitas kegiatan peserta pemilu,” ujar anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, itu.
Padahal, dia menuturkan, sudah diatur jelas dalam Pasal 496 UU Pemilu yang menyatakan peserta pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu dapat dijatuhkan sanksi pidana. “Saya kira Bawaslu harus berani menindak karena kerapkali yang dilaporkan peserta pemilu dengan yang dilaporkan itu berbeda,” ucap Neni.
Iklan
Adapun tantangan terbesar saat ini publik tidak terlalu memperhatikan soal dana kampanye dan, menurut Neni, ini menjadi isu yang terpinggirkan. Kondisi ini diperparah dengan masyarakat tak bisa mendapatkan akses untuk mengetahui laporan dana kampanye.
Keterbatasan akses informasi laporan dana kampanye terjadi karena peserta pemilu hanya melaporkannya kepada KPU. Tapi tidak membukanya kepada publik. Padahal ini menjadi hal yang sangat fundamental. “Ini menjadi indikator bagi pemilih memberikan hak pilihnya dengan menelusuri laporan dana kampanye peserta pemilu,” ucap dia.
Pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan Bawaslu bisa menggunakan temuan PPATK untuk memeriksa kebenaran laporan dana kampanye dan rekening khusus dana kampanye peserta pemilu.
Menurut dia, jika ditemukan ada pembiayaan kampanye berupa penerimaan sumbangan atau pengeluaran yang tidak dicatatkan, dilaporkan, dalam laporan dana kampanye atau rekening khusus dana kampanye, kata Titi, maka hal itu bisa menjadi temuan pelanggaran pemilu.
“Selain itu, Bawaslu juga bisa mengerahkan jajaran personelnya untuk lebih proaktif mengawasi pelaksanaan aktivitas kampanye peserta pemilu,” kata Titi, melalui pesan di aplikasi perpesanan pada Rabu, 20 Desember 2023.