Jakarta, CNN Indonesia —
Bareskrim Polri mengaku tengah mengusut kasus dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) di Pemkot Balikpapan, Kalimantan Timur, pada periode tahun 2018.
Karo Penmas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan dugaan suap tersebut diketahui dari hasil pengembangan kasus korupsi 2 pejabat Kemenkeu yang sebelumnya diusut oleh KPK.
“Pada 16 Agustus 2023, KPK menyerahkan penanganan perkara pihak pemberi suap terkait pengurusan DID kepada Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (31/1).
Trunoyudo mengklaim pelimpahan perkara tersebut merupakan bentuk sinergitas dengan KPK, khususnya terkait aksi-aksi pemberantasan korupsi.
Ia menjelaskan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim telah meningkatkan status kasus suap tersebut ke tingkat penyidikan pada Senin (8/1) kemarin. Kendati demikian, masih belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus itu.
Adapun kasus dugaan suap tersebut bermula pada Maret 2017 ketika Wali Kota Balikpapan saat itu RE, meminta semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mencari cara untuk meningkatkan anggaran DID Balikpapan.
Truno mengatakan usai mendapatkan perintah tersebut, MM selaku Kepala BPKAD kemudian meminta bantuan kepada FI yang merupakan Anggota BPK Perwakilan Kalimantan Timur.
Setelahnya FI langsung berupaya menghubungi pejabat di Kemenkeu Yaya Purnomo, yang ditetapkan tersangka oleh KPK, untuk membantu peningkatan anggaran di Balikpapan.
“Saudara YP akhirnya menghubungi RS (Rifa Surya) yang juga ASN di Kemenkeu yang mengklaim bisa membantu mengurus dan mengarahkan agar Pemkot Balikpapan mengajukan surat usulan DID,” jelasnya.
Selanjutnya, Pemkot Balikpapan kemudian mengirimkan surat usulan DID untuk digunakan pada kegiatan di lingkup Dinas Pekerjaan Umum kepada dua pejabat Kemenkeu tersebut.
“FI menyampaikan kepada TA (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Balikpapan) bahwa Kota Balikpapan mendapatkan dana Rp26 miliar,” tutur Trunoyudo .
Kendati demikian, sebagai imbalan dalam pengurusan DID tersebu Yaya dan Rifa meminta uang imbalan sebesar 5 persen atau sekitar Rp1,36 miliar dari total anggaran yang diberikan.
Keduanya juga mengancam apabila tidak diberikan imbalan maka anggaran tersebut akan diberikan ke daerah lainnya. Permintaan tersebut kemudian disetujui TA dan diberikan melalui perantara FI.
“Uang tersebut ditaruh ke dalam dua buku tabungan, yang kemudian buku tabungan dan kartu ATM beserta PIN diserahkan ke YP dan RS melalui FI,” kata Trunoyudo.
(tfq/kid)