Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (10/5) mengesahkan resolusi yang mendorong Dewan Keamanan (DK) PBB mempertimbangkan kembali keanggotaan Palestina di organisasi tersebut.
Dalam pemungutan suara, sebanyak 143 negara mendukung Palestina menjadi anggota penuh PBB. Sementara itu, sembilan negara menolak dan 25 negara abstain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Negara-negara yang menolak keanggotaan Palestina antara lain Amerika Serikat, Israel, Argentina, Republik Ceko, dan Hongaria. Selain itu, negara-negara Pasifik seperti Papua Nugini, Mikronesia, Nauru, dan Palau juga ikut menyuarakan penolakan serupa.
Resolusi Majelis Umum PBB ini sendiri tak cuma mendukung penentuan keanggotaan Palestina, tetapi juga menambah dan memperkuat hak Palestina dalam organisasi tersebut.
Status Palestina di PBB saat ini yakni negara pengamat non anggota. Sejak lama, Palestina telah mengupayakan keanggotaan penuh di PBB. Namun langkah itu terjegal berbagai veto yang utamanya dilayangkan Amerika Serikat.
Palestina setidaknya perlu mengantongi 15 suara persetujuan dari negara anggota DK PBB untuk bisa menjadi anggota tetap badan tersebut.
Kenapa negara-negara Pasifik menolak keanggotaan Palestina di PBB?
Menurut pakar politik dan keamanan internasional dari Universitas Murdoch Australia, Ian Wilson, negara-negara Kepulauan Pasifik tak setuju dengan keanggotaan Palestina lantaran mempertimbangkan status Israel.
Ian menjelaskan negara-negara Pasifik kebanyakan mengikuti aliran agama Kristen evangelis yang menganggap orang Yahudi sebagai “manusia terpilih Tuhan”. Bukan hanya itu, para pengikut aliran ini juga memandang negara Israel sebagai “tanah suci.”
“Jadi mendukung Israel disamakan dengan melindungi tanah suci. Ini berpengaruh pada tingkat pemerintahan,” kata Ian kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/5).
Selain karena pengaruh agama, Ian juga menyampaikan negara-negara Kepulauan Pasifik berada di bawah pengaruh Amerika Serikat, yang merupakan sekutu utama Negeri Zionis. Akibatnya, keputusan apapun yang diambil Washington akan serta merta diikuti oleh negara-negara kecil itu.
Lebih dari itu, Ian juga menilai Israel telah menjadikan negara-negara ini sebagai target untuk ‘dimanfaatkan’ guna membulatkan dukungan terhadap mereka di PBB.
“Ini termasuk memperluas hubungan ekonomi dan membantu negara Pasifik mendirikan kedutaan di Israel. Misalnya Papua Nugini, barusan mereka membuka kedutaan di Yerusalem dan bukan di Tel Aviv atas bantuan itu,” kata Ian.
Senada, pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, juga memandang bahwa posisi negara-negara Pasifik terkait konflik Israel-Palestina sangat bergantung dengan Amerika Serikat.
Yon berujar negara-negara tersebut punya hubungan politik yang begitu lekat dengan AS. Selain itu, mereka juga memiliki hubungan ekonomi “secara khusus” dengan Israel sehingga tak mungkin untuk mengambil posisi yang merugikan Zionis.
“Sehingga otomatis mereka mendukung Israel dan menolak Palestina,” kata Yon kepada CNNIndonesia.com.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, juga memberikan pandangan serupa. Menurut Rezasyah, negara-negara di Pasifik merupakan kelompok negara yang loyal pada AS, Inggris, serta Australia.
Mereka menerima gelontoran bantuan ekonomi, pendidikan, hingga tata kelola pemerintahan yang luar biasa dari negara-negara besar tersebut.
“Empat negara di Pasifik Selatan tersebut juga secara khusus diawasi Amerika Serikat, agar tidak masuk dalam wilayah pengaruh China, yang saat ini marak memperkenalkan paket ekonomi yang sangat menggiurkan,” kata Rezasyah kepada CNNIndonesia.com.
Bersambung ke halaman berikutnya…