Jakarta, CNN Indonesia —
Rapat Paripurna DPR yang digelar pada Selasa (28/5) lalu telah mengesahkan RUU perubahan ketiga atas UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Polri dan RUU perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi usul inisiatif DPR.
Terdapat beberapa poin krusial dalam revisi dua aturan tersebut. Semisal di RUU Polri terdapat beberapa rencana wewenang tambahan sampai perubahan batas usia pensiun anggota Polri.
Kemudian di RUU TNI juga diatur rencana penambahan batas pensiun usia prajurit dan rencana penempatan prajurit TNI aktif di kementerian/lembaga negara.
Ada pula yang menjadi sorotan terkait masa dinas jenderal bintang empat atau Panglima TNI bisa diperpanjang oleh presiden. Pun dalam RUU Polri juga mengatur perpanjangan Kapolri.
Bedanya, RUU Polri mengatur batas usia pensiun Kapolri yang dapat diperpanjang lewat Keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan dari DPR.
Peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia Beni Sukadis menilai tidak ada kepentingan mendesak terkait aturan Presiden bisa memperpanjang masa dinas Panglima TNI dan juga masa pensiun Kapolri.
“Kalau dilihat dari urgensi memang tidak urgent juga. Ini bukan usulan substantif, jadi tidak mendesak pada saat ini menurut saya,” kata Beni saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (30/5).
Beni menilai perpanjangan masa jabatan itu tidak substantif dan hanya berada di sektor administratif. Padahal menurutnya aturan lama soal substansi tersebut dari UU TNI dan UU Polri sudah cukup baik.
Pun selama ini misalnya pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden dengan catatan kepala negara harus memilih berdasarkan berbagai aspek pertimbangan, seperti kecocokan, kebutuhan organisasi, dan kelayakan calon secara matang.
Di sisi lain, Beni khawatir kebijakan itu bisa berpotensi menimbulkan konflik kepentingan di masa depan. Meski untuk sekarang ia mengaku tidak bisa menerka maksud pemerintahan Presiden Jokowi.
Namun Beni berpendapat calon kebijakan baru itu akan menguntungkan Presiden terpilih Prabowo Subianto di pemerintahannya ke depan. Sebab, Prabowo sebagaimana diketahui menaruh perhatian dan minat lebih di bidang militer.
“Karena bicara UU usulan pemerintah dan DPR kan memang tentu ada maksud tertentu di balik itu,” kata dia.
Lebih lanjut, Beni juga menyoroti RUU TNI yang membuka peluang prajurit aktif bisa menduduki jabatan di kementerian atau lembaga negara. Ia menilai pasal tersebut kebablasan.
Beni lantas mengingatkan fungsi pokok TNI adalah sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Sehingga Beni berpendapat mereka tidak boleh diberikan jabatan di sipil. Selain karena kompetensi, ia mengatakan TNI juga bakal menyalahi jati diri masing-masing.
“Itu menurut saya agak kebablasan. Justru itu kan seperti akan membuka pintu TNI/Polri menjadi dwifungsi lagi,” jelas Beni.
Tak hanya itu, Beni juga menyoroti perpanjangan batas usia pensiun prajurit TNI menjadi 60 tahun bagi perwira dan 58 tahun bagi bintara dan tamtama serta RUU Polri yang mengatur penambahan batas usia pensiun anggota Polri menjadi 60 tahun.
Beni menyebut penambahan usia pensiun dapat menghambat promosi bagi perwira junior dan belum mendapat jabatan. Perpanjangan usia pensiun menurutnya akan semakin memicu penumpukan perwira menengah di semua lini.
“Pasti akan memicu atau menghambat regenerasi. Misalnya nih sekarang masih ada ratusan Pamen menganggur, kalau ditambah tentu akan terus menumpuk,” ujar Beni.
“Jadi sebenarnya tidak relevan dan tidak mendesak ya beberapa revisi itu. UU lama itu sudah bagus tinggal pelaksanaannya saja,” imbuhnya.
Rawan konflik kepentingan hingga absolutisme
Tak jauh berbeda, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai tidak ada kondisi mendesak yang mengharuskan masa jabatan Panglima TNI dan juga masa pensiun Kapolri diperpanjang melalui Keppres.
Cara-cara itu menurutnya dapat menghambat regenerasi hingga semakin mempertebal potensi konflik kepentingan antara pemerintah dan TNI/Polri.
“Walaupun tanpa diperpanjang pun posisi keduanya kan sudah like and dislike dalam pengangkatannya, karena berdasarkan penunjukan sudah rekomendasi dari presiden, lalu mau apalagi? kan begitu,” kata Adib kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/5) malam.
Selama ini, presiden memiliki privilege dalam pengangkatan Panglima TNI dan Kapolri. Dengan peraturan lama pun menurut Adib presiden sudah memiliki kewenangan tinggi dan sudah cukup.
Dengan tambahan klausul perpanjangan masa jabatan bisa melalui Keppres, maka Adib khawatir akan memicu absolutisme di pemerintahan yang akan datang. Ia menduga ada cara untuk melegalkan kewenangan penuh di atas hukum.
“Legislatif walaupun ada komposisi pembagian trias politika, tapi sejauh ini lembek. Apalagi ditambah jabatan Panglima diperpanjang melalui Keppres, saya kira bisa menjurus mencederai nilai demokrasi dan ujung-ujungnya bisa abuse of power,” jelasnya.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang itu pun menilai poin-poin krusial dalam revisi UU TNI dan UU Polri itu rentan sekali akan konflik kepentingan. Apalagi peluang prajurit aktif bisa menduduki jabatan di kementerian atau lembaga negara.
Wacana kebijakan itu dapat menyuburkan praktik ‘suka atau tidak suka’ di Kementerian/Lembaga yang akan berujung merugikan ASN yang telah berkompetisi untuk bekerja di instansi tersebut.
“Maka kemungkinan ada sentimen yang juga banyak muncul, sentimen negatif memang dalam PNS. Tapi menurut saya, poin yang penting sebenarnya adalah regenerasi yang menurut saya akan terganggu,” ujar Adib.
(khr/gil)