Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi Amerika Serikat kembali melambat di bawah perkiraan pada April 2025 untuk bulan ketiga berturut-turut.
Melansir Bloomberg, Selasa (13/5/2025), Data Biro Statistik Tenaga Kerja menunjukkan indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) inti — yang mengecualikan komponen pangan dan energi — naik 0,2% secara month to month (MtM), sama dengan bulan sebelumnya.
Secara tahunan, inflasi inti tetap di angka 2,8% year on year YoY, sama dengan laju bulan Maret.
Adapun secara keseluruhan, inflasi AS April 2025 mencapai 0,2% MtM dan 2,3% dibandingkan April 2024, di bawah proyeksi pasar. Laju inflasi ini lebih rendah dari bulan Maret 2025 yang mencapai 0,3% MtM dan 2,4% YoY.
Laporan CPI mengungkap penurunan harga pada tiket pesawat dan akomodasi hotel, mencerminkan lesunya permintaan untuk layanan non-prioritas. Harga mobil bekas, truk, pakaian, dan bahan makanan turut mengalami penurunan. Harga telur mencatatkan penurunan paling tajam sejak 1984, menjadi penopang utama turunnya harga bahan pangan.
Di sisi lain, harga mobil baru tetap stagnan, melawan ekspektasi akan lonjakan akibat tarif. Namun, barang-barang rumah tangga seperti furnitur dan peralatan — yang sebagian besar diimpor — mencatat lonjakan harga.
Meski kebijakan tarif Trump diperkirakan menambah tekanan inflasi, sebagian besar perusahaan tampaknya masih menguras stok lama sebelum melakukan penyesuaian harga.
Sementara itu, penurunan sementara atas sebagian besar tarif terhadap China dari 145% menjadi 30% memberi ruang bagi harga untuk tetap terkendali, setidaknya sementara.
Namun, para analis Bloomberg Economics memperingatkan bahwa potensi penumpukan di pelabuhan akibat penimbunan stok usai jeda tarif bisa mendorong harga naik lebih cepat dalam waktu dekat.
Reaksi pasar langsung terasa. Imbal hasil obligasi pemerintah AS turun, dolar melemah, dan kontrak berjangka indeks S&P 500 berbalik arah setelah rilis data.
Dengan ketidakpastian tinggi soal arah kebijakan tarif dan dampaknya terhadap perekonomian, Federal Reserve memilih berhati-hati dan tetap mempertahankan suku bunga. Para ekonom menilai, jeda tarif dengan China memang menurunkan risiko resesi, namun tekanan inflasi diperkirakan masih akan berada di atas target The Fed.
Sejumlah perusahaan besar seperti Nintendo dan Procter & Gamble telah menyatakan akan mencoba meneruskan beban tarif kepada konsumen. Namun, dengan melambatnya permintaan, ruang untuk menaikkan harga bisa jadi semakin sempit.
Secara keseluruhan, harga barang-barang inti di luar makanan dan energi hanya mencatatkan kenaikan tipis, mencerminkan lemahnya tekanan inflasi dari sisi barang.