Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai sistem alih daya atau outsourcing di Indonesia perlu dievaluasi, alih-alih dihapus. Hal ini mengingat pelaku usaha membutuhkan outsourcing dalam menjalankan bisnisnya.
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan, praktik outsourcing di Indonesia perlu diperbaiki agar lebih berkeadilan dan bermanfaat ke depannya.
“Jadi ini yang mungkin cara sistemnya yang kita harus evaluasi kembali, tapi mungkin tidak berarti akan dihapuskan 100%,” kata Shinta saat ditemui di Kantor Pusat Apindo, Jakarta Selatan, Selasa (20/5/2025).
Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Muhamad Rusdi mengatakan bahwa wacana penghapusan outsourcing di Indonesia perlu dikaji bersama-sama, dalam hal ini pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
Rusdi menuturkan, bagi serikat pekerja, persoalan outsourcing yang menjadi sorotan yakni perihal status pekerja, pendapatan dan jaminan sosial.
“Itu buat kami bermasalah,” ujarnya.
Dia mengatakan, praktik outsourcing memang telah diterapkan di sejumlah negara dengan memberikan perlindungan kepada pekerjanya.
Dia mencontohkan, praktik outsourcing di negara-negara Skandinavia. Dia mengatakan, negara-negara ini menerapkan outsourcing dibarengi dengan proteksi bagi para pekerja outsourcing.
Proteksi yang diberikan di antaranya memberikan sekolah gratis hingga layanan kesehatan gratis. Namun, proteksi tersebut sayangnya tidak diterapkan di Indonesia.
“Di Indonesia hari ini, ada outsourcing, tapi peran negara untuk pelindungan sekuriti terhadap status, upah, dan jaminan sosial, itu nggak ada,” ungkapnya.
Dalam catatan Bisnis, Presiden Prabowo Subianto dalam sambutannya saat menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional 2025 (May Day 2025) di Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025), mengatakan akan membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional.
Nantinya, Kepala Negara akan meminta Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional untuk mencari jalan terbaik dalam menghapus sistem outsourcing secara bertahap.
Namun, penghapusan ini tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa lantaran harus tetap menjaga kepentingan para investor. Pasalnya, lanjut dia, jika para investor enggan menanamkan investasi di Tanah Air. Alhasil, tidak ada pabrik yang dibangun di Indonesia, yang bisa menyerap tenaga kerja.
“Kami juga harus realistis. Kita harus menjaga kepentingan investor. Kalau tidak ada investasi, tidak ada pabrik, dan tidak ada pekerjaan,” ujarnya.