Monday, December 8, 2025
HomeHiburanSaat Ratusan Anak Lupus Berbagai Daerah Nobar Jumbo di Yogyakarta

Saat Ratusan Anak Lupus Berbagai Daerah Nobar Jumbo di Yogyakarta

TEMPO.CO, Yogyakarta – Tak kurang dari 160 anak penderita penyakit lupus atau penyakit autoimun kronis dari berbagai daerah berbondong-bondong mendatangi Studio 4 Cinepolis Lippo Yogyakarta, Ahad sore, 22 Juni 2025. Mereka datang untuk nonton bareng atau nobar film animasi Jumbo yang digelar Sahabat Cempluk, komunitas di Yogyakarta yang selama ini bergerak dalam pendampingan penderita lupus.

Sebagian mereka datang menggunakan kursi roda dan alat bantu saat masuk area studio bioskop. Wajah anak-anak dan remaja yang berusia di bawah 18 tahun itu tampak semringah, baik saat masuk, menonton, dan keluar dari studio.

Kemewahan Anak Penderita Lupus Nobar Jumbo

Ian Sofyan, pegiat sekaligus pendiri komunitas Sahabat Cempluk mengatakan, bagi masyarakat umumnya, menonton film di bioskop mungkin hanyalah hal biasa. Namun bagi anak-anak penderita lupus, itu seperti kemewahan.

“Anak-anak ini sehari-harinya harus menjalani aktivitas medis seperti terapi, kontrol ke rumah sakit, ambil obat, hingga rawat inap, rutinitas itu membuat mereka banyak kehilangan waktu untuk merasakan aktivitas normal seperti nonton di bioskop,” kata Ian, usai acara itu.

BACA JUGA:   Golkar Lebih Mendorong Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jabar daripada Jakarta, Apa Alasannya?

Bahkan, dari peserta yang datang dari berbagai kota seperti Sragen, Banjarnegara, Solo, Purwokerto, Cilacap, juga Medan. Ada pula anak yang baru pertama kali menonton di bioskop karena selama ini waktunya tersita untuk pengobatan. “Film Jumbo kami pilih karena kisahnya menggambarkan pentingnya keberanian menjadi diri sendiri, penerimaan, dan cinta tanpa syarat seperti yang sedang dihadapi anak-anak ini,” kata dia.

Ian menjelaskan, dampak dari terapi obat yang harus diterima anak-anak itu antara lain perubahan bentuk fisik yang seringkali membuat mereka minder. Terapi itu bisa membuat pipi anak-anak itu menjadi lebih cempluk atau tembem. Sebagian lagi tanpa disadari terganggunya atau tak berfungsinya bagian organ tubuh. Situasi ini membuat mereka menjadi disabilitas yang tak terlihat. Seperti tiba-tiba tak bisa berjalan normal, menulis, atau aktivitas normal lain karena lupus bisa menyerang semua bagian tubuh.

Momentum nonton bareng itu, kata Ian, menjadi ruang anak-anak itu sesekali bisa berkumpul di luar suasana rumah sakit, bertemu teman-teman seperjuangan, dan saling menguatkan dalam suasana yang penuh kekeluargaan. “Dari momen sederhana ini, kami ingin menghadirkan pengalaman bagi anak-anak ini, sekaligus menjadi penguatan mentalnya selama menjalani pengobatan agar semangat untuk sembuh,” ungkap Ian.

BACA JUGA:   Nadhif Basalamah Ungkap Tulis Lagu Sesuatu di Toilet

Sepanjang film berdurasi 1 jam 42 menit itu, anak-anak penderita lupus itu sejenak bisa merasakan tertawa dan bergembira bersama. Tak jarang mereka turut berteriak heboh ketika ada adegan-adegan menegangkan dalam perjalanan tokoh utama Don bersama dua sahabatnya, Nurman dan Mae, merebut kembali bukunya yang hilang dicuri Atta.

Tak Sempat Beraktivitas Normal

Salah satu penderita lupus asal Purwokerto, Ulfia, 16 tahun yang ikut nonton bareng atau nobar itu mengatakan senang sekali bisa ikut acara itu sembari berlibur ke Yogyakarta. “Sudah satu setengah tahun ini saya tiap bulan harus kembali ke rumah sakit di Yogya berobat, tapi sekarang bisa kumpul dan nonton bareng teman-teman berbagai kota itu senang banget,” kata penderita lupus yang penyakitnya menyerang di bagian ginjalnya itu.

Ulfia menuturkan, dari film itu ia belajar untuk kembali bersyukur meskipun kondisinya sedang sakit dan rutin berobat. Fisiknya pun mengalami banyak perubahan selama berobat seperti rambut rontok, pipi tembem, hingga sering mengalami iritasi kulit. “Dalam kondisi apapun, walau sakit, fisik berubah, bersyukur itu penting agar kita selalu kuat,” kata pelajar di sebuah SMK di Banyumas, Jawa Tengah itu. 

BACA JUGA:   Bahlil Sebut RI Mau Bangun Ekosistem Baterai Motor Listrik

Penderita lupus jia atau rematik pada anak akibat autoimun asal Sragen Jawa Tengah, Aisyiah, 9 tahun datang bersama orang tuanya. “Aku berangkat ke Yogyakarta sejak pukul 05.00 WIB agar bisa ketemu, kumpul, dan nonton bareng teman-teman di sini,” kata dia.

Hasna Salsabila, pegiat Yayasan Untuk Teman yang ikut mendampingi ratusan anak penderita lupus nonton bareng itu mengatakan acara ini sekaligus menjadi peringatan Bulan Peduli Lupus yang diperingati setiap Mei. “Para penderita lupus ini menjadi kelompok masyarakat yang juga butuh kepedulian berbagai pihak, agar kesehatan mental juga tetap terjaga,” kata dia.

Hasna mengatakan anak-anak dengan kondisi khusus ini tidak hanya butuh pengobatan. Namun juga butuh dukungan emosional, pengalaman yang membahagiakan, dan ruang untuk tetap merasa hidup dan dicintai.

Source link

BERITA TERKAIT

BERITA POPULER