TEMPO.CO, Jakarta – Film Hotel Sakura, yang dijadwalkan tayang serentak di bioskop Indonesia mulai 10 Juli 2025, tak sekadar menawarkan sensasi horor yang mengejutkan. Di balik atmosfer mencekam dan nuansa kelamnya, film ini menelusuri jejak sejarah masa penjajahan Jepang di Indonesia.
Pilihan Editor: 18 Daftar Film yang Tayang di Bioskop Indonesia Juli 2025
Dari Sejarah ke Film Horor Hotel Sakura
Produser Hotel Sakura, Fadi Iskandar, dalam kunjungannya ke kantor Tempo pada Kamis, 26 Juni 2025, menjelaskan bahwa ide awal film ini muncul dari kejenuhan terhadap pola horor lokal yang kerap mengandalkan tokoh-tokoh mistis khas Indonesia. “Bagaimana kalau kami buat satu film horor yang hantunya tidak melulu pakai hantu Indonesia? Sepertinya sudah lelah ya dengan pocong, kuntilanak, dan segala macam,” ujar Fadi.
Ide itu mengarah ke sejarah masa pendudukan Jepang di Indonesia. Salah satu eksekutif produser yang dikenal gemar menelusuri sejarah, kata dia, tertarik pada kisah-kisah kelam masa penjajahan yang jarang diangkat dalam film horor.
Penelusuran mereka pun sampai pada sebuah hotel tua di Semarang yang dulu sempat digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda dan kemudian diambil alih Jepang pada 1942 hingga 1945. Nama asli hotel itu tidak disebutkan, namun Fadi mengatakan, “Memang ada sejarahnya, hotel itu memang namanya sempat Hotel Sakura.”
Bangunan Tua Berbalut Luka Lama
Pilihan menjadikan hotel asli sebagai latar utama film bukan hanya soal estetika. Menurut Rahul Mulani, produser lain dalam proyek ini, ada nilai autentik yang sulit diduplikasi oleh bangunan modern. “Kalau misalnya hotel-hotel lama itu kan ada estetika sendiri,” kata Rahul.
Setelah proses negosiasi, tim produksi akhirnya mendapatkan izin untuk syuting di lokasi tersebut. Bangunan yang masih aktif beroperasi hingga kini itu disebut membawa nuansa kelam dan keheningan yang menyatu dengan narasi horor psikologis yang diusung dalam film.
Hantu dari Masa Lalu
Kisah dalam Hotel Sakura terinspirasi dari berbagai sumber: catatan sejarah, pengakuan paranormal, hingga riset dengan sejarawan. Sosok hantu yang mengganggu tokoh utama, Sarah—diperankan oleh Clara Bernadeth, bernama Setsuko, sosok hantu Jepang yang disebut-sebut sebagai legenda urban di Semarang.
“Jepang ini dibagi dua kubu. Ada yang memang mengikuti perintah dari pusat, ada yang tidak mengikuti. Nah, yang tidak mengikuti ini, mereka dibandingkan malu, mereka melakukan harakiri (tradisi bunuh diri Jepang),” ucap Fadi. Ia menambahkan, banyak prajurit Jepang yang bahkan membantai rekan dan atasan sendiri karena tidak menerima keputusan menyerah kepada Sekutu.
Sejarah kelam inilah yang menjadi titik awal kisah horor dalam film Hotel Sakura. “True event ini yang kami ambil dari sejarah itu. Jadi kalau misalnya ingin membuat horor yang berbeda, kami ingin mengaitkan dengan sejarah yang ada,” kata Fadi menambahkan.
Pendekatan Psikologis dan Pesan
Meskipun dilabeli sebagai film horor, Hotel Sakura menawarkan pendekatan psikologis yang mendalam. Rahul menegaskan bahwa genre bukanlah titik awal keputusan pembuatan film ini. “Enggak cuma harus melihat pasar. ‘Wah trending lagi horor, jadi bikinnya horor.’ Tapi memang tepat banget, kami dapat ceritanya yang kami suka,” ucapnya.
Film ini lebih mengedepankan pergolakan batin tokoh Sarah yang dihantui rasa bersalah atas kematian ibunya. Adapun salah satu pesan yang ingin disampaikan Hotel Sakura adalah pentingnya mengenal dan memahami sejarah, khususnya bagi generasi muda. “Jarang ada horor yang sangkut pautnya sama sejarah. Jadi kami ingin mengingatkan pada anak-anak zaman sekarang: ‘Guys, coba deh belajar sejarah kita dulu seperti apa,’” ujar Fadi. Ia mengutip semboyan Presiden Soekarno: Jasmerah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.
Penamaan Hotel Sakura sendiri bukan tanpa alasan. Selain karena akar sejarahnya, Rahul menyebut pemilihan nama ini sebagai bentuk penghormatan terhadap kecerdasan penonton. “Penonton kita cerdas, jadi kami ingin memberi mereka sesuatu yang menggugah rasa penasaran—seperti judul Hotel Sakura,” kata dia.
Tentang Film Hotel Sakura
Film Hotel Sakura menyoroti pergulatan batin seorang perempuan bernama Sarah yang masih diliputi duka mendalam setelah kematian ibunya. Diperankan oleh Clara Bernadeth, karakter Sarah digambarkan sebagai sosok yang rapuh secara emosional, terus dihantui rasa bersalah sejak kecelakaan yang merenggut nyawa sang ibu.
Dalam upaya mencari jawaban, Sarah bertemu seorang laki-laki misterius yang menawarkan cara berkomunikasi dengan arwah. Keputusan itu menjadi awal dari rangkaian kejadian supranatural yang membawanya pada situasi berbahaya. Film yang disutradarai oleh Rudy Soedjarwo dan Khristo Damar Alam serta ditulis oleh Upi Avianto ini juga dibintangi oleh Taskya Namya, Shindy Huang, Randy Martin, Donny Damara, serta Tio Pakusadewo.
Pilihan Editor: Hotel Sakura, Film Horor Supranatural Berlatar Sejarah Jepang di Indonesia

