Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan Hamas melanggar kesepakatan.
Namun, kelompok Palestina itu membantah dan balik menuding Israel.
Dalam rilis resmi, Israel membeberkan dalih kembali meluncurkan operasi yakni menumpas Hamas dan membebaskan para sandera.
Namun, para pengamat punya penilaian lain bahwa motif Israel sebenarnya amat culas. Mereka berpendapat serangan Israel untuk menguasai penuh Gaza.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai Israel belum mencapai tujuan dan meraih kemenangan dalam perang kali ini.
“Tujuan Israel dalam perang adalah melenyapkan kelompok Hamas, tetapi yang terjadi Hamas masih kuat posisinya,” ujar Yon saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (5/12).
Salah satu bukti Hamas masih kuat yakni mereka bisa bernegosiasi untuk mengatur jumlah tawanan yang dibebaskan dari Gaza.
Setali dengan pernyataan Yon, pemerintah Israel juga melarang pejabat merayakan pembebasan para sandera ini. Perayaan itu bisa dianggap sebagai dukungan terhadap Hamas.
Pertukaran sandera atau tawanan ini merupakan bagian dari gencatan senjata yang dimulai 24 November. Kesepakatan damai ini hanya bertahan selama tujuh hari dan berakhir pada 30 November.
|
Setelah berakhir, Israel menggempur habis-habisan Gaza di utara dan selatan. Mereka juga meminta warga di selatan untuk pindah.
Sebelumnya Israel mengusir warga Gaza utara untuk berpindah ke selatan. Kini, wilayah selatan masuk sebagai arena perang, padahal padat penduduk.
“Yang harus kita perhatikan adalah displacement dari utara ke selatan itu memaksa penduduk Gaza mendekati perbatasan (Rafah),” ujar Yon.
Yon menduga jika perbatasan Rafah dibuka kemungkinan memicu gelombang pemindahan secara besar-besaran.
“Tentu ini yang diinginkan Israel untuk mengosongkan Gaza dan menguasai secara total,” lanjut dia.
Bersambung ke halaman berikutnya…